04/09/10

North and South




Minggu lalu saya diberi tontonan oleh Bu Herlili di mata kuliah City Power, judulnya "North and Sourth". Sebenarnya film (lebih tepatnya mini series ) ini sangat membosankan dengan alur yang mudah ditebak. Namun, pernyataan Bu Herlili, bahwa review yang harus kita buat ini bukanlah review film biasa, membuat saya menontonnya dengan perhatian lebih, seolah-olah akan menemukan sesuatu yang spektakuler (reaksi yang berlebihan). Ga papa lah...itung2 melototin pemeran utama yang cowok...lumayan bo!

Yah, jadi...inilah hasil review saya mengenai "North and South" disertai bacotan saya yang sok-sok nyerempet ke politik dan arsitektur:


NORTH AND SOUTH - Keterasingan di Tengah Industrialisasi

“North and South” adalah sebuah mini series dengan latar belakang zaman industrialisasi di Inggris, dimana saat itu keadaan di bagian utara dan selatan Inggris sangatlah berbeda. Margaret Hale, seorang wanita dari kaum menengah, sangat menyukai daerah asalnya yang terletak di bagian selatan Inggris. Daerah itu dipenuhi dengan pepohonan, udara bersih, dan ketentraman ala pedesaan. Suatu hari ia dan keluarganya terpaksa pindah ke Milton, Inggris bagian utara, dimana asap pabrik mengepul, masyarakatnya nampak sibuk dan dingin, bangunan tinggi berdiri, dan minim lahan hijau . Di sinilah kemudian keluarga Hale bertemu dengan berbagai perbedaan yang tentu menekan mental mereka, mulai dari segi sosialnya hingga budayanya.

Film ini memberikan gambaran bagaimana kelamnya zaman industrialisasi pada abad ke-18. Terciptanya penemuan-penemuan, seperti mesin uap dan mesin tekstil disertai berdirinya pabrik-pabrik, hingga dapat mempercepat produksi dalam jumlah yang banyak dan meningkatkan labanya, tidak berarti memberikan kesejahteraan bagi banyak orang. Ketika pengusaha sibuk dengan keuntungan yang dihasilkan oleh pabriknya, para buruh justru terseok-seok mencoba untuk bertahan hidup dengan terus bekerja. Tanpa disadari hasrat bersosialisasi, baik para buruh maupun para pengusaha, telah ditutup oleh tuntutan untuk mencari uang.

They don’t need books...they only need smoke and money” – Mrs. Hale

Keadaan ini yang kemudian membuat suasana kota industrial, seperti Milton, menjadi kelam. Tidak ada keceriaan yang tercipta dari sekedar ramah-tamah, seolah-olah hidup para penduduk saat itu hanyalah untuk bekerja. Hal inilah yang kemudian membuat Margaret Hale merasa sendirian dan kesepian.

I wish I could tell you how lonely I am. How cold and harsh it is here. Everywhere there is conflict and unkindness. I think God has forsaken this place” – Margaret Hale



Di dalam film ini sebenarnya diperlihatkan pula sekilas tata kota dan bentuk bangunan pada masa itu. Menurut saya, keterasingan yang dirasakan Margaret Hale juga tersirat di dalamnya. Misalnya, letak pabrik yang berdekatan dengan pemukiman. Hal ini sebenarnya akan berdampak pada keengganan para penduduk untuk keluar dari rumah karena adanya asap pabrik. Tidak hanya itu, dekatnya jarak pabrik dengan pemukiman buruh tanpa disertai ruang berkota membuat para buruh hanya terfokus pada kegiatan bekerjanya. Belum lagi kawasan kumuh yang tercipta di sekitar pabrik dan rumah pengusahanya, sehingga muncul rasa kesenjangan karena perbedaan yang begitu besar.

Berbicara mengenai keadaan kota industrialisasi ini mengingatkan saya pada statement yang pernah diutarakan oleh F. Engels:

Every great city has one or more slums, where the working class is crowded together

Pernyataan ini membuat saya berspekulasi bahwa setiap kota besar yang sukses dengan produk massalnya memiliki sisi ironis di dalamnya: kawasan kumuh. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana hal ini terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa itu ada dua kelas, yaitu kapitalis dan proletar, dimana para kapitalis sibuk dengan membuat diri mereka kaya dan para proletar sibuk mengikuti aturan para kapitalis. Ketidakpedulian kaum kapitalis terlihat dari gaji untuk buruh mereka yang tidak seberapa bila dibandingkan dengan jam kerjanya. Minimnya biaya hidup inilah yang membuat para proletar hidup di tempat tinggal seadanya. Di saat yang sama kebutuhan tenaga kerja semakin banyak dan menimbulkan ledakan urbanisasi. Langkanya tempat tinggal membuat kaum proletar terpaksa membangun tempat tinggal di lahan-lahan yang tersisa. Alhasil, terciptalah kawasan kumuh tersebut. Hal ini juga tersirat pada pernyataan yang diberikan Engels:

(this industrial epoch) enables the owners of these cattle-sheds to rent them for high prices to human beings, to plunder the poverty of the workers, to undermine the health of thousands in order that they only, the owners, may grow rich




Kawasan kumuh juga sempat diperlihatkan di film North and South ini, yaitu ketika Margaret Hale mengunjungi rumah Nicholas Higgins untuk sekedar bertamu dan mengucapkan terima kasih karena Nicholas Higgins telah menolongnya. Selain kekakuan yang tercipta karena perbedaan budaya antara Hale dan Higgins, film ini juga menunjukkan sempit dan gelapnya rumah Higgins. Keadaan ini berbeda dengan rumah pemilik pabrik tempat Higgins bekerja, John Thornton. Rumahnya jelas jauh lebih lega. Namun, tetap timbul keterasingan di sekitarnya. Kemegahan rumah Thornton sudah cukup membuat kaum buruh mengambil jarak darinya. Adanya celah ini membuktikan bahwa kemewahan yang dimiliki Thornton justru menjauhkan dirinya dari “mesin uang” yang telah ia ciptakan, sehingga ia tidak (mau) tahu keadaan sebenarnya dan melupakan kepeduliannya.

Sebenarnya tidak hanya permasalahan sosial saja, masalah kesehatan hingga kualitas fasilitas umum juga muncul sebagai dampak adanya kapitalisme di era industrialisasi ini. Namun, secara garis besar, dari mini series ini, saya berkesimpulan, bahwa industrialisasi ternyata menimbulkan keterasingan yang tidak hanya dirasakan oleh sang pemeran utama, namun juga para kapitalis dan kaum proletar. Para pengusaha terlalu diasyikkan dengan laba yang mereka dapat dan para buruh terus dipecut untuk bekerja. Alhasil, keduanya menjadi terasingkan satu sama lain. Keterasingan inilah yang kemudian memberi dampak pada bentuk bangunan dan tata ruang kota yang tidak lagi manusiawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar